Menurut spesialis Patologi Klinik dari Universitas Gadjah Mada, Ustadz dr. Reahanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. tentang pengobatan thibbun nabawi, beliau mengatakan bahwa thibbun nabawi bukanlah pengobatan alternatif yang biasanya hanya menjadi pilihan penyembuhan terakhir bagi orang-orang. Beliau mengutip Ibnu Hajar al-’Asqalani dalam bukunya Fathul Bari yang mengatakan pengobatan Rasulullah ﷺ dapat mendatangkan kesembuhan karena bersumber dari wahyu Allah. Sementara itu, pada pengobatan lainnya itu didasarkan pada praduga dan eksperimen.
Syarat Thibbun Nabawi
Ustadz dr. Reahanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. menjelaskan bahwa pengobatan thibbun nabawi memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, hal tersebut sesuai dengan tafsir ulama terhadap kitab dan juga hadis, agar tercipta konsep thibbun nabawi yang benar. Karena dalam pengobatan, ada proses diagnosis, indikasi, dosis, dan lain-lain. Sehingga, tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan.
Dilakukan Ahli
Pengobatan entah dengan menggunakan metode modern, tradisional, hingga thibbun nabawi pastinya harus dengan mengikuti ahli yang memang sudah berkompeten tentang penyembuhan suatu penyakit. Seperti yang tertulis dalam hadis.
“Barangsiapa berpura-pura berlaku tabib (dokter) sedangkan ia tidak tahu mengenal pengobatan, maka dia wajib bertanggung jawab (jika terjadi mala praktek).” (HR. Ibnu Majah)
Hal ini juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah ﷺ saat sahabatnya sakit, beliau tahu betul bahan dan obat yang sebaiknya diminum, tapi beliau tidak meraciknya sendiri melainkan meminta sahabat agar dibawa ke seorang tabib. Hal ini dikarenakan Rasulullah ﷺ mengetahui bahannya secara global saja dan tabib lebih mengetahui soal komposisi, cara meracik, hingga indikasinya.
“Sesungguhnya engkau menderita penyakit jantung, temuilah al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan, hendaknya dia (al-Harits) mengambil tujuh buah kurma ajwa, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.” (HR. Abu Dawud)
Dilakukan Orang Berpengalaman
Pengobatan thibbun nabawi seharusnya dilakukan oleh orang yang berpengalaman, sehingga bukan sesuatu yang bijak apabila seseorang membuka praktik pengobatan untuk umum hanya bermodal 1-2 kali pelatihan saja.
Misalnya di Arab Saudi, seseorang yang ingin membuka praktik bekam wajib bersekolah hingga 2 tahun terlebih dahulu. Sehingga ilmunya pasti dan berpengalaman. Karena kembali lagi, seorang tabib atau dokter harus bertanggung jawab jika terjadi mala praktik.
Sesuai Dosis dan Indikasi
Pengobatan thibbun nabawi harus sesuai dosis dan indikasinya. Contohnya dalam mengonsumsi habbatus sauda harus ada dosis dan indikasi, tidak boleh asal-asalan. Dilansir dari situs FKUI, habbatus sauda pernah ditemukan menyebabkan hipoglikemia dan nyeri epigastrium pada pasien hepatitis. Ibarat pedang tajam, manfaatnya bergantung pada keterampilan dan kemahiran penggunanya.
Kemampuan Diagnosis Penyakit
Pengobatan thibbun nabawi seharusnya dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan diagnosis penyakit, bisa membedakan berbagai macam penyakit. Kemanjuran sebuah metode pengobatan membutuhkan ketepatan diagnosis, racikan obat, cara penggunaan, indikasi, dan kontraindikasi. Jika tidak, pengobatan metode apapun dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
Terkait dengan Keimanan dan Tawakal
Kemudian yang terakhir, thibbun nabawi sangat berkaitan dengan keimanan seseorang kepada Allah. Demikianlah jika kita berobat dengan metode thibbun nabawi, ada unsur keimanan dan kepercayaan tidak semata-mata tentang sebab-akibat saja.
“Air zam-zam itu sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah ﷺ menyebutkan sebab-sebab kesembuhan:
- Pengetahuan obat dan penyembuhan.
- Akurasi diagnosis dan ketepatan obat.
- Izin Allah untuk menyembuhkan.
Demikianlah pembahasan pada web Thibbun Nabawi HIU yang singkat ini. Seperti tertulis dalam hadis, tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit, kecuali dengan obatnya. Tugas manusia dengan bertawakal, akan sembuh dengan izin Allah.
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan bagi penyakit itu obatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)